Friday, December 4, 2009

Sinisme Warga Afghanistan

This article explains a few things about tech, and if you're interested, then this is worth reading, because you can never tell what you don't know.

Oleh Hiru Muhammad


''Lebih dari 30 ribu tentara Amerika Serikat ke Afghanistan?'' tanya Esmatullahm, seorang pekerja bangunan di Kabul, Afghanistan, Rabu (2/12). ''Hanya orang Afghanistan yang mengetahui tradisi, geografi, dan cara hidup kami,'' tuturnya mengomentari pengiriman 30 ribu tentara AS dengan misi memerangi Taliban dan Alqaidah itu.

Ahamd Fawad, penjaga toko di Kabul, berpendapat lain. Keputusan Presiden AS, Barack Obama, yang ditunggu banyak pihak, ditanggapinya dingin. Menurutnya, penambahan pasukan itu tidak akan mampu mengubah keadaan di negaranya. ''Pasukan hanya akan berada di wilayah yang padat penduduk dan Taliban kerap melakukan infiltrasi, termasuk kemungkinan menyerang pasukan koalisi. Selain menambah jumlah pasukan, mereka harusnya fokus memberdayakan militer Afghanistan,'' katanya.

Tak kalah sinisnya, Ahmad Shah Ahmadzai, mantan perdana menteri Afghanistan, berpendapat, penambahan pasukan asing di Afghanistan hanya akan menambah jumlah warga sipil yang tewas. ''Pasukan bertambah, artinya aim Taliban bertambah, dan korbannya pasti warga sipil. Itu akan menjadi pukulan bagi citra AS dan membakar api kemarahan warga Afghanistan,'' katanya.

Kekecewaan warga Afghanistan lainnya, tecermin dari pernyataan anggota parlemen Afghanistan, Shukriya Barakzai. Obama, kata Barakzai, sama sekali tidak menyinggung nasib warga sipil Afghanistan dalam pidatonya. ''Pidato itu memang mengagumkan bagi AS. Tapi itu hanya strategi di Afghanistan dan tidak ada yang baru selain mengecewakan,'' katanya.

If you don't have accurate details regarding tech, then you might make a bad choice on the subject. Don't let that happen: keep reading.

Pidato Obama, ungkapnya, masih jauh dari realita yang terjadi di Afghanistan. Strateginya tidak lebih dari upaya memperbaiki citra, tanpa memikirkan nasib warga sipil, pembangunan bangsa, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM). Sudah puluhan tahun, warga Afghanistan didera peperangan dan ketakutan akibat kehadiran pasukan asing. Mereka tidak yakin dengan keberadaan militer AS di negaranya.

Ehsanullah, pedagang valuta asing di Kabul, mengaku kagum akan kemampuan AS menangkap mantan pemimpin Irak, Saddam Husein. Namun, kekaguman itu sirna karena ternyata AS hingga kini belum juga mampu mengetahui, apalagi menangkap pemimpin Alqaidah, Usamah bin Ladin, maupun pemimpin Taliban, Mullah Mohammad Omar.

Padahal, keduanya sempat terkepung di wilayah Tora Bora pada 2001, meski tak diketahui apa penyebabnya, mereka berhasil lolos. ''Amerika menggunakan masalah keamanan sebagai alasan untuk memperpanjang pendudukan di negara kami,'' kata Ehsanullah. Kekhawatiran serupa juga dilontarkan Haji Anwar Khan, warga Afghanistan yang tinggal di Kandahar, Pakistan. ''Apa yang Anda lakukan dalam delapan tahun terkahir di negara kami?''

''Anda telah membunuh warga Afghan dan musuh Anda juga membunuh warga Afghan. Ini bukti kalau Anda lemah dan musuh kuat. Akankah Anda bisa mengalahkan musuh Anda sekarang,'' kata pria berjenggot putih ini. Karin von Hippel, anggota Center for Strategic and International Studies (CSIS), memberikan saran, AS semestinya fokus dalam memperbaiki sarana umum warga Afghanistan. Bantuan pun harus lebih terarah.

Termasuk terbentuknya pemerintahan yang bersih, sehingga pemerintah dapat menghasilkan dana bagi pembangunan negara. Namun, pakar bidang pascakonflik itu masih mengkhawatirkan kondisi warga sipil yang akan menjadi korban paling dirugikan.

''Banyak hal yang harus dipikirkan, lembaga donor, Deplu AS, pemerintahan Afghansitan, dan lainnya. Operasi militer bisa berjalan sukses, tapi tidak selalu diikuti dengan perbaikan nasib warga sipil,'' tutur Hippel seperti dikutip BBC.  reuters, ed: nur hasan

(-)
Knowing enough about tech to make solid, informed choices cuts down on the fear factor. If you apply what you've just learned about tech, you should have nothing to worry about.

No comments:

Post a Comment